PEMBENIHAN IKAN BANDENG(nener)
Pembenihan
bandeng (nener) merupakan
salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di
tambak. Teknologi budidaya bandeng lebih lambat berkembang dibandingkan
dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih ikan
bandeng merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya
bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk
mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu
peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi
masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Pemilihan
tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan lokasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan
lokasi adalah :
1. Tatus tanah yang
jelas dengan peraturan sebelum hatchery dibangun.
2. Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang
memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan oleh :
· Pergantian air minimal 200 % per hari
· Suhu air 26,5 - 31,0 derajat celcius
· PH 6,5 - 8,5.
· Oksigen larut 3,0 - 8,5 ppm
· Alkalinitas 50 - 500ppm
· Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar
pelataran)
· Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik
maupun an organik.
3. Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan
pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
4. Faktor-faktor kesuburan perairan, rantai makanan,
speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik
harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan pembenihan.
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung
untuk kegiatan produksi adalah :
a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak
penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga
air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya
yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan
air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan
pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air
tawar dan air laut serta udara (aerator).
b. Bak Pemeliharaan Induk
Bak
pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman
lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di
luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding
c. Bak Pemeliharan Telur
Bak
perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung
lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
d. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat
terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap,
berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur
sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan
beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air
pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terval plastik untuk menyangga
atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu. Berikut ini adalah bak
kolam larva bandeng
e.
Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton
Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
TEKNIK PEMELIHARAN
1. Persiapan
Opersional.
a. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan
higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan
atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari.
b. Menyiapkan
bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia
cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
c. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
2. Pengadaan
Induk.
a. Umur induk
antara 4-5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b. Pengangkutan induk bandeng jarak jauh
menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air
bersalinitas rendah (10-15)ppt, serta suhu 24-25 derajat celcius.
c. Kepadatan
induk bandeng selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5-7 kg/m3 air.
Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi
penetrasi cahaya dan panas.
d. Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
3. Pemeliharaan
Induk
a. Induk berbobot 4-6 kg/ekor dipelihara pada
kepadatan satu ekor per 2-4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi
sampai kedalaman 2 meter.
b. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan
disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
c. Pemberian pakan
dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6-8 % diberikan 2-3 % dari
bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut. 5 ppm,
amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85
suhu 27~33 derajat celcius
4. Pemilihan
Induk Bandeng
a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55-60
cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang
cepat.
b. Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200-300 ppm. Setelah ikan melemah
kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20-40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d. Induk bandeng jantan yang siap
dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang
mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah
lubang kelamin.
5. Pematangan
Gonad
a. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses
metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan
dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan
untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH–a, 17 alpha
methiltestoteron dan HCG.
b. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada
pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina
dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis
100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
6. Pemijahan
Alami.
a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman
1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser”
sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b. Pergantian
air minimal 150 % setiap hari
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4
m3 air.
d. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan
mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
7. Pemijahan
Buatan.
a. Pemijahan
buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal.
b. Induk bandeng akan memijah
setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormon yang
digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada
dosis masingmasing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang
mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang
mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH-a
pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk
bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari
kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8. Penanganan
Telur Bandeng.
a. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna
transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan
tenggelam dan berwarna putih keruh.
b. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup
hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi
dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke
dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak
penetasan antara 20-30 butir per liter.
c. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah
pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati
untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya
daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
d. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur
yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan
telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9. Pemeliharaan
Larva.
a. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari
pencemaran, suhu 27-31 derajat celcius salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7
ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan
dilengkapi system aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm
batu aerasi.
b. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih
dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua
setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa
pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
c. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes,
cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva
dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian
air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
d. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya
terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian
larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus
dipertahankan pada kisaran optimal.
e. Nener yang tumbuh normal dan sehat
umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara
sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng
dewasa.
10. Pemberian
Makanan Alami
a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah
menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis)
sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera
dan pengurai metabolit.
b. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml
dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari.
Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva =
2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas,
atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c. Pakan buatan (artificial feed)
diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih
dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak
mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan
buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang
diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap
tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial
yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva
bandeng.
Komentar
Posting Komentar